Rabu, 31 Oktober 2012
SDM INDONESIA DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI EKONOMI
PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Pengalaman negara-negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura membuktikan kebenaran hal tersebut. Kelima negara yang disebut menandakan “Kebangkitan Ekonomi Asia” itu, telah berhasil mendorong kemajuan ekonomi mereka secara spektakuler dan mengagumkan. Tumpuan kemajuan mereka bukanlah kekayaan alam yang melimpah, melainkan pada kualitas sumber daya manusianya.
Akan tetapi bagi Indonesia justru masalah sumber daya manusia ini masih merupakan problem utama. Kita menyadari bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain pada tahapan pembangunan yang setara dengan kita, bahkan di kawasan ASEAN sekalipun. Menurut laporan UNDP 1996, berdasarkan indikator Human Development Index, Indonesia menempati peringkat ke-102 dengan angka HDI 0,641. Sementara negara-negara ASEAN lain seperti Singapura menempati peringkat ke-34 (angka indeks 0,881), Brunei Darussalam peringkat ke-36 (angka indeks 0,872), Thailand peringkat ke-52 (angka indeks 0,832), Malaysia peringkat ke-53 (angka indeks 0,826), dan Filipina peringkat ke-95 (angka indeks 0,666). Rentang peringkat itu lebih jauh lagi bila dibandingkan dengan Jepang, Hongkong, atau Korea Selatan, yang masing-masing berada di peringkat ke-3 (angka indeks 0,938), ke-22 (angka indeks 0,909), dan ke-29 (angka indeks 0,886).
Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif.
Memberikan prioritas utama terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia, terutama harus difokuskan pada upaya memperkuat basis pendidikan. Hal ini penting, sebab investasi human capital niscaya akan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Faktor keberhasilan dalam membangun basis pendidikan inilah, yang mengantarkan negara-negara di kawasan Asia Timur muncul menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat itu. Lompatan ekonomi itu digambarkan oleh Bank Dunia sebagai the East Asian Miracle -- keajaiban negara-negara Asia Timur. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara amat mengesankan di negara-negara yang disebut “Macan Asia” itu, justru dikarenakan mereka berhasil dalam investasi human capital-nya.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik seperti Taiwan, Hongkong, Jepang, dan lain-lain persentase sarjana di bidang iptek di Indonesia masih sangat terbatas. Diukur dari persentase jumlah sarjana di bidang iptek terhadap penduduk usia 22 tahun, Indonesia baru mencapai 0,5 persen pada tahun 1991; sementara Taiwan 4,2 persen, bahkan Korea dan Jepang masing-masing sudah mencapai 6 persen pada tahun 1990. Untuk itu, dalam upaya mengejar kemampuan yang setara dengan negara-negara tetangga dan negara industri di kawasan Asia Pasifik, jumlah sarjana sains dan teknologi pada strata satu (S-1) akan ditingkatkan dari 15 ribu per tahunnya pada awal PJP II menjadi 65 ribu pada akhir PJP II nanti.
Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai iptek, akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran di atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi struktur ekonomi secara lebih cepat.
silahkan download lengkap PDF file nya disini
Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Pengalaman negara-negara Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura membuktikan kebenaran hal tersebut. Kelima negara yang disebut menandakan “Kebangkitan Ekonomi Asia” itu, telah berhasil mendorong kemajuan ekonomi mereka secara spektakuler dan mengagumkan. Tumpuan kemajuan mereka bukanlah kekayaan alam yang melimpah, melainkan pada kualitas sumber daya manusianya.
Akan tetapi bagi Indonesia justru masalah sumber daya manusia ini masih merupakan problem utama. Kita menyadari bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain pada tahapan pembangunan yang setara dengan kita, bahkan di kawasan ASEAN sekalipun. Menurut laporan UNDP 1996, berdasarkan indikator Human Development Index, Indonesia menempati peringkat ke-102 dengan angka HDI 0,641. Sementara negara-negara ASEAN lain seperti Singapura menempati peringkat ke-34 (angka indeks 0,881), Brunei Darussalam peringkat ke-36 (angka indeks 0,872), Thailand peringkat ke-52 (angka indeks 0,832), Malaysia peringkat ke-53 (angka indeks 0,826), dan Filipina peringkat ke-95 (angka indeks 0,666). Rentang peringkat itu lebih jauh lagi bila dibandingkan dengan Jepang, Hongkong, atau Korea Selatan, yang masing-masing berada di peringkat ke-3 (angka indeks 0,938), ke-22 (angka indeks 0,909), dan ke-29 (angka indeks 0,886).
Dengan demikian, kita harus berusaha dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN. Meningkatkan kualitas SDM harus diarahkan pada penguasaan iptek untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif.
Memberikan prioritas utama terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia, terutama harus difokuskan pada upaya memperkuat basis pendidikan. Hal ini penting, sebab investasi human capital niscaya akan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Faktor keberhasilan dalam membangun basis pendidikan inilah, yang mengantarkan negara-negara di kawasan Asia Timur muncul menjadi kekuatan ekonomi yang dahsyat itu. Lompatan ekonomi itu digambarkan oleh Bank Dunia sebagai the East Asian Miracle -- keajaiban negara-negara Asia Timur. Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara amat mengesankan di negara-negara yang disebut “Macan Asia” itu, justru dikarenakan mereka berhasil dalam investasi human capital-nya.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik seperti Taiwan, Hongkong, Jepang, dan lain-lain persentase sarjana di bidang iptek di Indonesia masih sangat terbatas. Diukur dari persentase jumlah sarjana di bidang iptek terhadap penduduk usia 22 tahun, Indonesia baru mencapai 0,5 persen pada tahun 1991; sementara Taiwan 4,2 persen, bahkan Korea dan Jepang masing-masing sudah mencapai 6 persen pada tahun 1990. Untuk itu, dalam upaya mengejar kemampuan yang setara dengan negara-negara tetangga dan negara industri di kawasan Asia Pasifik, jumlah sarjana sains dan teknologi pada strata satu (S-1) akan ditingkatkan dari 15 ribu per tahunnya pada awal PJP II menjadi 65 ribu pada akhir PJP II nanti.
Pemenuhan SDM yang berkualitas dan unggul karena menguasai iptek, akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila sasaran di atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang dibangun dan dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi struktur ekonomi secara lebih cepat.
silahkan download lengkap PDF file nya disini
Mobilitas dan Migrasi Penduduk
A. Perkembangan pemikiran migrasi penduduk
- Lewis (1954)
Perpindahan penduduk pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan antara sektor kota yang modern dan sektor desa yang tradisional.
- Todaro (1970)
Seseorang akan pindah dari desa ke kota karena mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi.
- Maboqunye (1970)
Migrasi perdesaan-perkotaan tidak hanya berkaitan dengan lingkungan daya tarik daerah tujuan dan daya dorong daerah asal (push and pull factors) saja tetapi lebih dari itu. Hubungan yang dibentuk lebih bersifat kompleks yang membentuk suatu sistem yang bersifat umum, dimana efek perubahan dari suatu bagian sistem akan mempengaruhi keseluruhan dari sistem tersebut. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sistem migrasi bersifat terbuka dan berkesinambungan, dimana setelah menerima stimulus, migrasi potensial akan dipengaruhi oleh subsistem kontrol didaerah pedesaan yang membantu migran untuk menyesuaiakan diri terhadap lingkungan baru dikota.
- Hugo (1978)
Perpindahan penduduk, baik yang bersifat permanen maupun tidak permanen merupakan suatu respon terhadap tekanan dari lingkungan, baik dalam bentuk ekonomi, sosial maupun demografi. Menurutnya, tekanan-tekanan tersebut mempunyai pengaruh secara khusus terhadap seseorang tergantung kepada tanggapan orang terhadap tekanan-tekanan tersebut. Disimpulkan bahwa penilaian seseorang akan berbeda antara satu dengan yang lain tergantung kepada kecakapan atau kecerdasan orang tersebut.
- Suharso (1978)
Sebagian besar migran yang meninggalkan desa tidak memiliki tanah dan pekerjaan tetap karena itu tujuannya kekota adalah untuk mendapatkan pekerjaan.
- Lowry (1966)
Migrasi sebagai interaksi sosial merupakan sesuatu kekuatan tarik-menarik antara jumlah penduduk daerah asal dan jumlah penduduk daerah tujuan yang dihubungkan oleh jarak.
- Connel (1976)
Mobiltas dan Migrasi Penduduk
Page 3 of 7
Peranan migran atau pelaku mobilitas sebagai inovator dan pendorong pembangunan di desa sudah merupakan ciri umum pada negara-negara berkembang.
- Zelinsky (1971), Findley (1977), Lewis (1982) Goldscheider (1987), dan Saefulloh (1994)
Mobilitas penduduk memegang peranan penting didalam perubahan sosial dengan cara membawa masyarakat dari kehidupan tradisional ke cara hidup modern yang dibawanya dari dunia luar. Perubahan tersebut termasuk pergeseran nilai dan norma serta jaringan dan pola hubungan kekerabatan didaerah pedesaan.
- Yunus (1985)
Jarak, peranan faktor produksi dan urbanisasi merupakan faktor -faktor utama yang mempengaruhi perpindahan penduduk antar provinsi di Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat karakterisitik dalam migrasi desa-kota menurut Todaro, yaitu :
1. Migrasi terutama sekali dirangsang oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi yang rasional yang mencakup biaya dan keuntungan baik dari segik finansial maupun psikologis.
2. Keputusan untuk melakukan migrasi tergantung kepada perbedaan tingkat upah nyata antara pedesaan dan perkotaan.
3. Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbalik dengan tingkat pengangguran diperkotaan.
4. Tingginya tingkat pengguran diperkotaan merupakan suatu fenomena yang tidak bisa dihindari, terutama pada negara-negara yang memiliki kelebihan tenaga kerja.
B. Konsep Mobilitas Dan Migrasi Penduduk
Mobilitas penduduk adalah gerak(movement) penduduk yang melewati batas wilaya dan dalam periode waktu tertentu. Batas wilayah tersebut umumnya digunakan batas administrasi seperti batas provinsi, kabupaten, kecamatan, dan kelurahan atau desa. Seseorang dapat disebut dengan migran apabila orang tersebut melewati garis batas wilayah tertentu baik dengan maksud untuk menetap atau tinggal secara terus-menerus selama 6 bulan atau lebih atau mereka yang hanya melakukan perjalanan ulang-alik.
silahkan download lengkap PDF disini
- Lewis (1954)
Perpindahan penduduk pada dasarnya terjadi karena adanya perbedaan antara sektor kota yang modern dan sektor desa yang tradisional.
- Todaro (1970)
Seseorang akan pindah dari desa ke kota karena mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi.
- Maboqunye (1970)
Migrasi perdesaan-perkotaan tidak hanya berkaitan dengan lingkungan daya tarik daerah tujuan dan daya dorong daerah asal (push and pull factors) saja tetapi lebih dari itu. Hubungan yang dibentuk lebih bersifat kompleks yang membentuk suatu sistem yang bersifat umum, dimana efek perubahan dari suatu bagian sistem akan mempengaruhi keseluruhan dari sistem tersebut. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sistem migrasi bersifat terbuka dan berkesinambungan, dimana setelah menerima stimulus, migrasi potensial akan dipengaruhi oleh subsistem kontrol didaerah pedesaan yang membantu migran untuk menyesuaiakan diri terhadap lingkungan baru dikota.
- Hugo (1978)
Perpindahan penduduk, baik yang bersifat permanen maupun tidak permanen merupakan suatu respon terhadap tekanan dari lingkungan, baik dalam bentuk ekonomi, sosial maupun demografi. Menurutnya, tekanan-tekanan tersebut mempunyai pengaruh secara khusus terhadap seseorang tergantung kepada tanggapan orang terhadap tekanan-tekanan tersebut. Disimpulkan bahwa penilaian seseorang akan berbeda antara satu dengan yang lain tergantung kepada kecakapan atau kecerdasan orang tersebut.
- Suharso (1978)
Sebagian besar migran yang meninggalkan desa tidak memiliki tanah dan pekerjaan tetap karena itu tujuannya kekota adalah untuk mendapatkan pekerjaan.
- Lowry (1966)
Migrasi sebagai interaksi sosial merupakan sesuatu kekuatan tarik-menarik antara jumlah penduduk daerah asal dan jumlah penduduk daerah tujuan yang dihubungkan oleh jarak.
- Connel (1976)
Mobiltas dan Migrasi Penduduk
Page 3 of 7
Peranan migran atau pelaku mobilitas sebagai inovator dan pendorong pembangunan di desa sudah merupakan ciri umum pada negara-negara berkembang.
- Zelinsky (1971), Findley (1977), Lewis (1982) Goldscheider (1987), dan Saefulloh (1994)
Mobilitas penduduk memegang peranan penting didalam perubahan sosial dengan cara membawa masyarakat dari kehidupan tradisional ke cara hidup modern yang dibawanya dari dunia luar. Perubahan tersebut termasuk pergeseran nilai dan norma serta jaringan dan pola hubungan kekerabatan didaerah pedesaan.
- Yunus (1985)
Jarak, peranan faktor produksi dan urbanisasi merupakan faktor -faktor utama yang mempengaruhi perpindahan penduduk antar provinsi di Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat karakterisitik dalam migrasi desa-kota menurut Todaro, yaitu :
1. Migrasi terutama sekali dirangsang oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi yang rasional yang mencakup biaya dan keuntungan baik dari segik finansial maupun psikologis.
2. Keputusan untuk melakukan migrasi tergantung kepada perbedaan tingkat upah nyata antara pedesaan dan perkotaan.
3. Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbalik dengan tingkat pengangguran diperkotaan.
4. Tingginya tingkat pengguran diperkotaan merupakan suatu fenomena yang tidak bisa dihindari, terutama pada negara-negara yang memiliki kelebihan tenaga kerja.
B. Konsep Mobilitas Dan Migrasi Penduduk
Mobilitas penduduk adalah gerak(movement) penduduk yang melewati batas wilaya dan dalam periode waktu tertentu. Batas wilayah tersebut umumnya digunakan batas administrasi seperti batas provinsi, kabupaten, kecamatan, dan kelurahan atau desa. Seseorang dapat disebut dengan migran apabila orang tersebut melewati garis batas wilayah tertentu baik dengan maksud untuk menetap atau tinggal secara terus-menerus selama 6 bulan atau lebih atau mereka yang hanya melakukan perjalanan ulang-alik.
silahkan download lengkap PDF disini
Inflasi di Indonesia
1. Latar Belakang
Krisis moneter yang melanda negara-negara anggota ASEAN, telah memporakporandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut. Bahkan bagi Indonesia, akibat dari terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi dan politik ini, telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap sendi-sendi perekonomian nasional.
Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika), akibat adanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath), salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor ini, menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di dalam negeri meningkat baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada barang yang memiliki kandungan barang impor yang tinggi.
Karena gagal mengatasi krisis moneter dalam jangka waktu yang pendek, bahkan cenderung berlarut-larut, menyebabkan kenaikan tingkat harga terjadi secara umum dan semakin berlarut-larut. Akibatnya, angka inflasi nasional melonjak cukup tajam.
Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka inflasi nasional yang tanpa diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal masyarakat, telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot. Juga, pendapatan per kapita penduduk merosot relatif sangat cepat, yang mengakibatkan Indonesia kembali masuk dalam golongan negara miskin. Hal ini telah menyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada masyarakat strata ekonomi bawah.
Jika melihat begitu dasyatnya pengaruh lonjakan angka inflasi di Indonesia (akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing) terhadap perekonomian nasional, maka dirasa perlu untuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi ini dengan cara mencermati kembali teori-teori yang membahas tentang inflasi; faktor-faktor yang menjadi sumber penyebab timbulnya inflasi di Indonesia; serta langkah-langkah apakah yang sebaiknya diambil untuk dapat keluar dari perangkap inflasi ini.
2. Jenis Inflasi
Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)
Inflasi sedang 10% - 30%.
Inflasi tinggi 30% - 100%.
Hyperinflasion di atas 100%.
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.
download lengkap PDF file nya disini
Krisis moneter yang melanda negara-negara anggota ASEAN, telah memporakporandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut. Bahkan bagi Indonesia, akibat dari terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi dan politik ini, telah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan terhadap sendi-sendi perekonomian nasional.
Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika), akibat adanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath), salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor ini, menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di dalam negeri meningkat baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada barang yang memiliki kandungan barang impor yang tinggi.
Karena gagal mengatasi krisis moneter dalam jangka waktu yang pendek, bahkan cenderung berlarut-larut, menyebabkan kenaikan tingkat harga terjadi secara umum dan semakin berlarut-larut. Akibatnya, angka inflasi nasional melonjak cukup tajam.
Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka inflasi nasional yang tanpa diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal masyarakat, telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot. Juga, pendapatan per kapita penduduk merosot relatif sangat cepat, yang mengakibatkan Indonesia kembali masuk dalam golongan negara miskin. Hal ini telah menyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada masyarakat strata ekonomi bawah.
Jika melihat begitu dasyatnya pengaruh lonjakan angka inflasi di Indonesia (akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing) terhadap perekonomian nasional, maka dirasa perlu untuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi ini dengan cara mencermati kembali teori-teori yang membahas tentang inflasi; faktor-faktor yang menjadi sumber penyebab timbulnya inflasi di Indonesia; serta langkah-langkah apakah yang sebaiknya diambil untuk dapat keluar dari perangkap inflasi ini.
2. Jenis Inflasi
Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)
Inflasi sedang 10% - 30%.
Inflasi tinggi 30% - 100%.
Hyperinflasion di atas 100%.
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.
download lengkap PDF file nya disini
DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL BAGI INDONESIA
LATAR BELAKANG
Perekonomian dunia kembali guncang setelah pada bulan Agustus 2007 perekonomian Amerika mulai dilanda krisis keuangan yang kemudian lebih dikenal sebagai krisis Subpreme Mortgage. Krisis ini tidak serta merta melanda negeri Paman Sam tersebut, melainkan merupakan buah dari kebijakan ekonomi yang diterapkan Amerika selama 1 dekade terakhir.
Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), semacam kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Hal tersebut diikuti dengan ambruknya lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat. Sebelum krisis, Alan Greenspan, selaku Ketua The Fed, bank sentral Amerika Serikat, menerapkan suku
bunga rendah pada kisaran 1 hingga 2 persen. Yang menjadi masalah, lembaga keuangan pemberi kredit pemilikan rumah (KPR) di Negeri Paman Sam itu banyak menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya
tidak layak mendapatkan pembiayaan. Kemudahan pemberian kredit terjadi justru ketika harga properti di AS sedang naik. Pasar properti yang bergairah membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Kredit property memberi suku bunga tetap selama tiga tahun yang membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku
bunga disesuaikan. Sementara, untuk memberikan kredit, lembaga-lembaga
itu umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain, termasuk lembagakeuangan.Perusahaan pembiayaan kredit rumah juga menjual suratutang kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagainegara.Beberapaperusahaanpembiayaankredit rumah,
Hal diataslah yamg melatar belakangi penulis mengangkat judul “DAMPAK KRISIS KEUANGAN BAGI INDONESIA”.
download lengkap PDF file nya disini
Perekonomian dunia kembali guncang setelah pada bulan Agustus 2007 perekonomian Amerika mulai dilanda krisis keuangan yang kemudian lebih dikenal sebagai krisis Subpreme Mortgage. Krisis ini tidak serta merta melanda negeri Paman Sam tersebut, melainkan merupakan buah dari kebijakan ekonomi yang diterapkan Amerika selama 1 dekade terakhir.
Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), semacam kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Hal tersebut diikuti dengan ambruknya lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat. Sebelum krisis, Alan Greenspan, selaku Ketua The Fed, bank sentral Amerika Serikat, menerapkan suku
bunga rendah pada kisaran 1 hingga 2 persen. Yang menjadi masalah, lembaga keuangan pemberi kredit pemilikan rumah (KPR) di Negeri Paman Sam itu banyak menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya
tidak layak mendapatkan pembiayaan. Kemudahan pemberian kredit terjadi justru ketika harga properti di AS sedang naik. Pasar properti yang bergairah membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Kredit property memberi suku bunga tetap selama tiga tahun yang membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku
bunga disesuaikan. Sementara, untuk memberikan kredit, lembaga-lembaga
itu umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain, termasuk lembagakeuangan.Perusahaan pembiayaan kredit rumah juga menjual suratutang kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagainegara.Beberapaperusahaanpembiayaankredit rumah,
Hal diataslah yamg melatar belakangi penulis mengangkat judul “DAMPAK KRISIS KEUANGAN BAGI INDONESIA”.
download lengkap PDF file nya disini
Dampak Krisis Finansial Terhadap Produksi Otomotif di Eropa
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Krisis finansial saat telah menimbulkan dampak bagi perekonomian dunia. Krisis finansial global telah menyebabkan resesi dunia yang parah dan merusak. Krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir telah memaksa berbagai negara bekerja bahu membahu untuk menemukan cara membantu mengangkat sistem finansial yang lumpuh akibat berbagai bank tak berani saling memberikan pinjaman.
Eropa sangat merasakan dampak dari krisis finansial tersebut. Hal itu dapat terlihat dengan meningkatnya bukti bahwa Eropa sudah mengalami resesi, para analis mengkhawatirkan kerjasama untuk mengangkat sistem perbankan dapat terancam, sehubungan banyak pemerintahan mulai mengalihkan perhatian mereka untuk membangkitkan kembali permintaan domestik mereka.
Selain mengancam perbankkan Eropa, krisis finansial juga memberi dampak langsung yang dihadapi oleh para produsen adalah adanya penurunan permintaan yang mengakibatkan menurunnya produksi. Disamping itu, dampak lain dari krisis keuangan dunia adalah sikap kehati-hatian (prudential) perbankan dalam menyalurkan kredit bagi produsen dan konsumen.
Dalam makalah ini kami akan membahas “Dampak Krisis Finansial Terhadap Produksi Otomotif di Eropa”. Seberapa jauhkah krisis finansial mempangruhi produksi tersebut.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sejauh mana krisis finansial telah mempengruhi produksi otomotif di Eropa.
download lengkap PDF file nya disini
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Krisis finansial saat telah menimbulkan dampak bagi perekonomian dunia. Krisis finansial global telah menyebabkan resesi dunia yang parah dan merusak. Krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir telah memaksa berbagai negara bekerja bahu membahu untuk menemukan cara membantu mengangkat sistem finansial yang lumpuh akibat berbagai bank tak berani saling memberikan pinjaman.
Eropa sangat merasakan dampak dari krisis finansial tersebut. Hal itu dapat terlihat dengan meningkatnya bukti bahwa Eropa sudah mengalami resesi, para analis mengkhawatirkan kerjasama untuk mengangkat sistem perbankan dapat terancam, sehubungan banyak pemerintahan mulai mengalihkan perhatian mereka untuk membangkitkan kembali permintaan domestik mereka.
Selain mengancam perbankkan Eropa, krisis finansial juga memberi dampak langsung yang dihadapi oleh para produsen adalah adanya penurunan permintaan yang mengakibatkan menurunnya produksi. Disamping itu, dampak lain dari krisis keuangan dunia adalah sikap kehati-hatian (prudential) perbankan dalam menyalurkan kredit bagi produsen dan konsumen.
Dalam makalah ini kami akan membahas “Dampak Krisis Finansial Terhadap Produksi Otomotif di Eropa”. Seberapa jauhkah krisis finansial mempangruhi produksi tersebut.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sejauh mana krisis finansial telah mempengruhi produksi otomotif di Eropa.
download lengkap PDF file nya disini
AFTA (ekonomi makro)
I. PENDAHULUAN
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
II. TUJUAN
Tujuan pembentukan AFTA adalah untuk menurunkan tarif dan menghapuskan
hambatan non-tarif di antara negara anggota ASEAN, dalam rangka mengintegrasikan perekonomian ASEAN menjadi satu basis produksi, dan menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 500 juta penduduk. Dalam pandangan ke depan, integrasi ekonomi ASEAN dalam kawasan perdagangan bebas, juga akan didukung oleh industri, investasi dan jasa-jasa. Dalam kaitan ini, ASEAN menandatangani perjanjian dasar di bidang industri (ASEAN Industrial Cooperation/AICO) pada tahun 1996, perjanjian dasar di bidang Jasa (ASEAN Framework Agreement on Services- AFAS)pada tahun 1995, dan perjanjian dasar di bidang Investasi (Framework Agreement on the ASEAN Investment Area-AIA) pada tahun 1998.
download lengkap PDF file nya disini
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
II. TUJUAN
Tujuan pembentukan AFTA adalah untuk menurunkan tarif dan menghapuskan
hambatan non-tarif di antara negara anggota ASEAN, dalam rangka mengintegrasikan perekonomian ASEAN menjadi satu basis produksi, dan menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 500 juta penduduk. Dalam pandangan ke depan, integrasi ekonomi ASEAN dalam kawasan perdagangan bebas, juga akan didukung oleh industri, investasi dan jasa-jasa. Dalam kaitan ini, ASEAN menandatangani perjanjian dasar di bidang industri (ASEAN Industrial Cooperation/AICO) pada tahun 1996, perjanjian dasar di bidang Jasa (ASEAN Framework Agreement on Services- AFAS)pada tahun 1995, dan perjanjian dasar di bidang Investasi (Framework Agreement on the ASEAN Investment Area-AIA) pada tahun 1998.
download lengkap PDF file nya disini
Langganan:
Postingan (Atom)