Abstract
Transportation industry is an industry in the field of land transport equipment that uses engines that are motor vehicles. Motor vehicles can be divided into two-wheeled vehicles, three, four, and more than four. For vehicles with four or more wheels can be distinguished on passenger cars and commercial vehicles. The discussion in this paper mainly on passenger cars
1. Pendahuluan
Sejarah Industri Transportasi
Mobil pertama di Indonesia adalah Benz Phaeton dari Jerman, yang dipesan oleh Sultan Solo pada tahun 1894 dan dipasok oleh John C. Potter yang merupakan pedagang mobil pertama di Indonesia (Herbawati, 2003). Sejak itu berdatangan satu per satu mobil dari Eropa dan Amerika ke Indonesia. Baru pada tahun 1938 bisnis mobil di tanah air dikendalikan putra daerah, yaitu oleh RP Soenaryo Gondokoesoemo yang menjadi agen General Motors di Yogyakarta. Kemudian disusul oleh Hasjim Ning (1950-an), William Suryadjaya, Syarnoebi Said dan Soebronto Laras di era 1960-an, 1970-an, dan 1980-an. Bisnis mobil saat itu didominasi AS melalui General Motor dengan produk andalannya Chevrolet. Tahun 1950-60an pasar mobil di Indonesia mulai dimasuki produk Jepang.
Saat ini, industri otomotif di Indonesia terutama dalam bentuk perakitan. Menurut Gero 2001), industri ini dimulai pada tahun 1970-an ketika ada keharusan untuk merakit mobil yang dimasukkan ke Indonesia. Untuk mobil jenis sedan dikenakan bea masuk 100%, sedangkan untuk mobil niaga nol persen. Impor mobil CBU (Completely Built Up) dilarang. Kemudian, tahun 1976 muncul ketentuan penggunaan komponen lokal pada industri perakitan di tanah air. Selanjutnya, guna merangsang penggunaan komponen lokal, sejak tahun 1990-an dikenakan bea masuk berdasarkan komponen lokal yang dipakai.
Perangkat ketentuan tersebut diharapkan bisa merangsang tumbuhnya industri komponen otomotif, sehingga pada jangka panjang muncul industri otomotif nasional yang kuat, seperti yang terjadi di Korea Selatan. Kenyataannya pada saat ini memang sudah bermunculan industri komponen otomotif yang kuat, seperti industri aki, ban, suspensi, kaca, dan karoseri.
Sebenarnya di tahun 1996 Pemerintah menerbitkan Inpres tentang pembangunan industri mobil nasional. Inpres tersebut adalah Inpres Nomor 2 tahun 1996 yang berisi Intruksi Presiden kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangann, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mewujudkan industri mobil nasional. Inpres tersebut menyatakan bahwa mobil nasional adalah mobil yang menggunakan merek yang diciptakan sendiri, perusahaan produsennya 100% dimiliki orang Indonesia, proses produksinya dilakukan di wilayah Indonesia, dan mampu memenuhi persyaratan tentang kandungan lokal 20% pada tahun pertama, 40% pada tahun kedua, 60% pada tahun ketiga (Anonymous, 1996). Inpres tersebut disusul Peraturan Pemerintah yang memberi kemudahan kepada produsen mobil nasional berupa pembebasan pengenaan pajak barang mewah. Menteri Keuangan membebaskan bea masuk komponen impor untuk mobil nasional dan perusahaan yang telah membuat mobil nasional mendapat status perusahaan pionir dan itu diberikan kepada PT Timor Putra Nasional (TPN). Program mobil nasional ini akhirnya tidak berlanjut.
Iklim liberalisasi sekarang ini menyebabkan kemampuan teknologi industri otomotif dalam negeri semakin tidak muncul. Khususnya ketika tahun 1999 dilakukan deregulasi impor kendaraan utuh (Completely Built Up/CBU) sebagai program baru dalam rangka pengembangan kesepakatan tingkat internasional seperti APEC, AICO, dan AFTA (Anonymous, 2005a). Namun demikian, akibat tingginya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah dan bea masuk yang cukup tinggi menjadi peluang bagi industri otomotif dalam negeri untuk menjadi produsen mobil.
Saat ini Indonesia berperan di hampir semua sektor industri otomotif. Industri ini mengkaryakan lebih dari 200.000 orang, dengan nilai total investasi US$ 2,2 milyar. Kapasitas produksi per tahun mencapai 800.000 unit dan truk, 3.000.000 sepeda motor, dengan melibatkan lebih dari 50 grup produsen komponen (Anonymous, 2005a)
Menurut Gero (2001), sebenarnya Perkasa dari Grup Texmaco telah mengembangkan suatu industri otomotif sejak dari hulu (industri besi tuang) hingga hilir (industri besi tempa untuk membuat kruk as, gigi perseneling, as belakang, garden, bak perseneling (gear box, hingga blok mesin. Cara yang ditempuh adalah dengan membeli hak paten dari komponen-komponen otomotif. Misalnya mesin dibeli dari Curming (AS), kabin dari Leylang (Inggris), dan bak perseneling dari ZF (Australia).
Selama duabelas tahun terakhir, rata-rata penjualan mobil di Indonesia adalah 321.543 unit/tahun. Penjualan terendah terjadi di tahun 1998 saat terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan penjualan turun sekitar 500% dibanding tahun 1997. Recovery penjualan mobil mulai kembali tahun 2000, ditandai peningkatan penjualan hingga 68% dibanding tahun 1999. Penjualan tertinggi (absolute) terjadi di tahun 2005. Tahun 2006 kembali terjadi penurunan penjualan (hingga 67%) akibat kenaikan bahan bakar minyak pada Oktober 2005. Jumlah penjualan mobil di Indonesia pada periode tahun 1995-2006 ditunjukkan pada Tabel 1.
Pasar yang terkait
Pasar industri otomotif berkaitan dengan industri lain seperti usaha penyewaan kendaraaan, jasa transportasi umum, jual beli kendaraan (baru dan bekas), serta antar jemput (terutama anak sekolah).
download lengkapnya disini
Artikel yang sangat menarik termasuk semua data yang tercantum seharusnya menjadi pendorong bagi industri otomotif Indonesia dalam mengembangkan mobil keluarga ideal terbaik indonesia
BalasHapus